TAUFIQ HIDAYATULLAH
30 DESEMBER 2015
TERKADANG hidup ini kita sering menganggapnya sepele. Ya, di masa
remaja terutama, seringkali pikiran itu yang selalu ada di benak kita.
Padahal, hidup ini begitu keras, dan kita baru akan merasakannya ketika
kita telah ditinggalkan oleh orang yang dijadikan penolong hidup kita.
Seperti halnya penyesalan dari burung ini.
Ini adalah kisah yang dialami oleh sebuah keluarga burung. Si induk
menetaskan beberapa telor menjadi burung-burung kecil yang indah dan
sehat. Si induk pun sangat bahagia dan merawat mereka semua dengan penuh
kasih sayang.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Burung-burung kecil ini pun
mulai dapat bergerak lincah. Mereka mulai belajar mengepakkan sayap,
mencari-cari makanan untuk kemudian mematuknya.
Dari beberapa anak burung ini tampaklah seekor burung kecil yang
berbeda dengan saudaranya yang lain. Ia tampak pendiam dan tidak
selincah saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya belajar terbang,
ia memilih diam di sarang daripada lelah dan terjatuh. Ketika
saudara-saudaranya berkejaran mencari makan, ia memilih diam dan
menantikan belas kasihan saudaranya. Demikian hal ini terjadi
seterusnya.
Saat sang induk mulai menjadi tua dan tak sanggup lagi berjuang untuk
menghidupi anak-anaknya, si anak burung ini mulai merasa sedih.
Seringkali ia melihat dari bawah saudara-saudaranya terbang tinggi di
langit. Ketika saudara-saudarnya dengan lincah berpindah dari dahan satu
ke dahan yang lain di pohon yang tinggi, ia harus puas hanya dengan
berada di satu dahan yang rendah. Ia pun merasa sangat sedih.
Dalam kesedihannya, ia menemui induknya yang sudah tua dan berkata,
“Ibu, aku merasa sangat sedih, mengapa aku tidak bisa terbang setinggi
saudara-saudaraku yang lain, mengapa akau tidak bisa melompat-lompat di
dahan yang tinggi aku hanya bisa berdiam di dahan yang rendah?”
Si induk pun merasa sedih dan dengan air mata ia berkata, “Anakku,
engkau dilahirkan dengan sayap yang sempurna seperti saudaramu, tapi
engkau memilih merangkak menjalani hidup ini sehingga sayapmu menjadi
kerdil.”
Hidup adalah sebuah pilihan. Pilihan kita hari ini menentukan
bagaimana hidup kita di masa depan. Kita memiliki kebebasan memilih
tetapi setelah itu kita akan dikendalikan oleh pilihan kita. Jadi
berpikirlah sebelum berbuat, sadari setiap konsekuensi dari pilihan yang
kita buat. []
Selasa, 29 Desember 2015
warung informasi dan teknologi
→ Pilihan Masa Kini, Menentukan Masa Depan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar